Minggu, 30 Agustus 2015

POTENSI ENERGI LISTRIK DARI LAUT

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dampak pemanasan global telah terasa di seluruh penjuru dunia sehingga perubahan iklim menjadi perhatian utama bagi setiap orang. Dan banyak penelitian yang ditujukan  tentang krisis lingkungan yang terutama disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik, hasil dari limbah industri, dan hasil pembakaran kedaraan bermotor yang tinggi. Pembangkit listrik batu bara menghasilkan gas karbon dioksida dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menggunakan  alternatif sumber daya berkelanjutan dan ramah lingkungan  yang tersedia untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut. Salah satu sumber daya berkelanjutan itu adalah energi dari laut . Energi yang berasal dari laut (ocean energy) dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu:  Energi ombak (wave energy), Energi pasang surut (tidal energy), dan Energi hasil konversi energi panas laut (ocean thermal energy conversion).
Prinsip sederhana dari pemanfaatan ketiga bentuk energi itu ialah dengan memanfaatkan energi kinetik dari air laut untuk memutar turbin yang selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan energi listrik. Dan dalam penetuan  lokasi mana yang strategis dengan memiliki energi pasut dan gelombang yang tinggi sangatlah dibutuhkan. Sehingga untuk membantu dalam mengaplikasikan energi laut tersebut diperlukan adanya informasi dan analisis atau pengkajian tentang potensi daerah mana yang memiliki energi pasut dan gelombang laut yang layak untuk digunakan sebagai pembangkit energi listrik.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah mahasiswa mampu menganalisis daerah yang berpotensi untuk dikembangkannya energi pembangkit listrik tenaga pasut dan gelombang air laut.          
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi Pasang Surut
Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga ombak.
  Gambar 1. Ombak masuk ke dalam muara sungai ketika terjadi pasang naik air laut.
Gambar 2. Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar turbin.
Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut yaitu:
1. Dam Pasang Surut(Tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang terdapat di dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau keluar (terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam. Aliran masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin (Lihat gambar 1dan 2).
Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas “hanya” 16 MW.
Kekurangan terbesar dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah mereka hanya dapat menghasilkan listrik selama ombak mengalir masuk (pasang) ataupun mengalir keluar (surut), yang terjadi hanya selama kurang lebih 10 jam per harinya. Namun, karena waktu operasinya dapat diperkirakan, maka ketika PLTPs tidak aktif, dapat digunakan pembangkit listrik lainnya untuk sementara waktu hingga terjadi pasang surut lagi.
2. Turbin lepas pantai(Offshore turbines)
Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah biaya instalasinya, dampak lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan persyaratan lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari Inggris.Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut. Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini lebih efisien dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan kedua yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan pemberat secara gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan turbin tetap di dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro Turbines milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis turbines). Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan dapat disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Kelebihan dan kekurangan dari pembangkit listrik tenaga pasang surut:
Kelebihan:
  • Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
  • Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
  • Tidak membutuhkan bahan bakar.
  • Biaya operasi rendah.
  • Produksi listrik stabil.
  • Pasang surut air laut dapat diprediksi.
  • Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang besar.
Kekurangan:
  • Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
  • Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak bergerak masuk ataupun keluar.
2.2. Gelombang Laut
Gelombang laut merupakan salah satu bentuk energi yang bisa dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode waktunya.       Ada 3 cara untuk menangkap energi gelombang, yaitu :                          :
1. Pelampung: listrik dibangkitkan dari gerakan vertikal dan rotasional pelambung
2. Kolom air yang berosilasi (Oscillating Water Column): listrik dibangkitkan dari naik   turunnya air akibat gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya kolom air ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas pipa dan menggerakkan turbin.                                                          
 .
3. Wave Surge. Peralatan ini biasa juga disebut sebagai tapered channel atau kanal meruncing atau sistem tapchan, dipasang pada sebuah struktur kanal yang dibangun di pantai untuk mengkonsentrasikan gelombang, membawanya ke dalam kolam penampung yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar hydropower.
Energi ini dapat dikonversi ke listrik lewat 2 kategori yaitu off-shore (lepas pantai) and on-shore (pantai).
Kategori lepas pantai (off-shore) dirancang pada kedalaman sekitar 40 meter dengan menggunakan mekanisme kumparan seperti Salter Duck yang diciptakan Stephen Salter (Scotish) yang memanfaatkan pergerakan gelombang untuk memompa energi.  Sistem ini memanfaatkan gerakan relatif antara bagian/pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi listrik. Peralatan yang digunakan yaitu pipa penyambung ke pengapung di permukaan yang mengikuti gerakan gelombang. Naik turunnya pengapung berpengaruh pada pipa penghubung selanjutnya menggerakan rotasi turbin bawah laut.  Di Amerika Serikat, telah ada perusahan yang mengembangkan untaian buoy pelampung plastik yang mendukung penghasil listrik ini.  Setiap Buoy pelampung bisa menghasilkan 20 kW listrik dan saat ini telah dikembangkan untuk mengisi ulang energi (recharge) bagi robot selam angkatan laut AS dan digunakan bagi komunitas kecil.  Cara lain untuk menangkap energi gelombang lepas pantai adalah dengan membangun tempat khusus seperti sistem tabung Matsuda, metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang yang masuk di dalam ruang bawah dalam pelampung dan sehingga timbul gerakan perpindahan udara ke bagian atas pelampung. Gerakan perpindahan udara ini menggerakkan turbin.  Pusat Teknologi Kelautan Jepang telah mengembangkan prototype jenis ini yang disebut ‘Mighty Whale’ berupa peralatan penangkap gelombang yang di tempatkan di dasar laut (anchored) dan dikontol dari pantai untuk kebutuhan listrik di pulau-pulau kecil.  
Sistem on-shore mengkonversi gelombang pantai untuk menghasilkan energi listrik lewat 3 sistem: channel systems, float systems dan oscillating water column systems.  Prinsipnya energi mekanik yang tercipta dari sistem-sistem ini secara langsung mengaktifkan generator dengan mentransfer gelombang pada fluida, air atau udara penggerak yang kemudian mengaktifkan turbin generator.  Pada channel systems gelombang disalurkan lewat suatu saluran kedalam bangunan penjebak seperti kolam buatan (lagoon).
Ketika gelombang muncul, gravitasi akan memaksa air melalui turbin guna membangkitkan energi listrik.  Pada float systems yang mengatur pompa hydrolic berbentuk untaian rakit-rakit dihubungkan dengan engsel-engsel (Cockerell) bergerak naik turun mengikuti gelombang.  Gerakan relatif menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit.  Tabung tegak Kayser juga dapat digunakan dengan pelampung yang bergerak naik turun didalamnya karena adanya tekanan air.  Gerakan antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang diubah menjadi energi listrik.  Oscillating water column systems menggunakan gelombang untuk menekan udara diantara kontainer. Ketika gelombang masuk ke dalam kolom kontainer berakibat kolom air terangkat dan jatuh lagi sehingga terjadi perubahan tekanan udara.  Sirkulasi yang terjadi mengaktifkan turbin sebagai hasil perbedaan tekanan yang ada.  Beberapa sistem ini berfungsi juga sebagai tempat pemecah gelombang ‘breakwater’ seperti di pantai Limpit, Scotlandia dengan energi listrik  yang dihasilkan sebesar 500 kW.
Ada empat teknologi energi gelombang yaitu sistem rakit Cockerell, tabung tegak Kayser, pelampung Salter, dan tabung Masuda.
Sistem rakit Cockerell berbentuk untaian rakit-rakit yang saling dihubungkan dengan engsel-engsel dan sistem ini bergerak naik turun mengikuti gelombang laut. Gerakan relatif rakit-rakit menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit. Sistem tabung tegak Kayser menggunakan pelampung yang bergerak naik turun dalam tabung karena adanya tekanan air. Gerakan relatif antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang dapat diubah menjadi energi listrik. Sistem Pelampung Salter memanfaatkan gerakan relatif antara bagian /pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi energi listrik. Pada sistem tabung Masuda metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang laut masuk ke dalam ruang bawah dalam pelampung dan menimbulkan gerakan perpindahan udara di bagian ruangan atas dalam pelampung. Gerakan perpindahan udara ini dapat menggerakkan turbin udara.Lokasi potensial untuk membangun sistem energi gelombang adalah di laut lepas, daerah lintang sedang dan di perairan pantai. Energi gelombang bisa dikembangkan di Indonesia di laut selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
2.3. Kondisi Umum Tinggi Gelombang di Perairan Indonesia
            Secara umum distribusi rata-rata tinggi gelombang tahunan di Perairan Indonesia terlihat seperti pada Gambar 3.a, yang bervariasi antara 0.6 m sampai 2.4 m. Sementara itu, tinggi gelombang maksimum pada saat terjadinya gelombang ekstrim akibat meningkatnya tekanan angin (wind forcing) terlihat seperti pada Gambar 3.b. Sebagai tambahan, distribusi spasial tinggi gelombang rata-rata di Samudera Hindia terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi gelombang rata-rata di Samudera Pasifik Utara Pulau Papua, meskipun tinggi gelombang ekstrim di Samudera Pasifik 1 m sampai 2 m lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi gelombang ekstrim di Samudera Hindia.
a. Tinggi rata-rata                                           
 b. Tinggi maksimum






Gambar 3. Tinggi gelombang a. rata-rata dan b. maksimum yang diolah dari data altimeter significant wave height dari tahun 2006 sampai 2008
(Sumber : www.assets.wwfid.panda.org/)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar